Masa yang paling indah adalah masa remaja.
Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.
Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.
Menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.
Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada
rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para
ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi
berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga
dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja
adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah
dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak
Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat
itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut
Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau
pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James
Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja
yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved
(Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri
ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
- Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
- Ketidakstabilan emosi.
- Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
- Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
- Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
- Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
- Senang bereksperimentasi.
- Senang bereksplorasi.
- Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
- Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan
tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya
perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam
aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian
remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja
bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan
sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak
berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini
dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan
akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka
mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya
(remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan
dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang
dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan.
Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain
ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan
mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan
bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau
lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat,
perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80%
remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski
& Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya
dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan,
depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang
maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih
lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai
pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia
(Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam
masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis.
Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun
penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian
pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka
bereksperimentasi dan berskplorasi.
Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang
Penggunaan
alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat
memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan
tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang.
Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan
alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada
orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja
mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa
percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk
kompensasi.
- Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
- Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
- Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
- Cinta dan Hubungan Heteroseksual
- Permasalahan Seksual
- Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
- Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama
Lain
halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006),
menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap
sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko
yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok,
alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan
munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:
Salah
satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh
kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara
remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada
perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock
(2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan
para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta
romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa
takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua
emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid
& Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab
seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan
teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love)
atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan
individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan
memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini
lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan
telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan
mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang
seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan
dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana
yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya
berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual,
homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003,
Hurlock, 1991).
Diantara perubahan-perubahan yang
terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua
dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang,
pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai,
perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan
pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang
biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah
kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian,
merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan
dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun
kenakalan remaja.
Beberapa remaja juga
mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter,
atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami
kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang
tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka
terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri
juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa
bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya.
Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi
remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata
nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi
bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Pengawasan
terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap
remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap
hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat
penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika
tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki
diri ketika dia berbuat salah.
Dari beberapa
bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang
menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih
memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku
mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak.
Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh
karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar
mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.
REFERENSI :
Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg. 317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008
Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill Companies.
Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster.
Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan. Diakses dari e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Tambunan, R. (2001). Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar